Jumat, 11 Oktober 2013

Buat Kamu.

Hai kamu.
Mungkin kamu akan tertawa saat membaca tulisanku ini.
Mungkin kamu tidak akan mau meneruskan bait-bait selanjutnya.
Aku tidak memaksa ataupun meminta, bukankah ini hanya jemari tanganmu yang lincah untuk menekan mouse dengan ujung jarimu kepada link ini?

Coba baca dan resapi apa yang aku tuliskan disini.
Aku serius, bukan bercanda.

Pernahkah kau membayangkan menjadi diriku?
Yang hanya seorang penggemar rahasia dari seorang yang lain.
Kau yang begitu aku puja dan aku kagumi. Kau yang selalu mengisi hari-hariku tanpa pernah absen.
Meski hanya didalam pikiranku saja.
Miris.

Biar, biarkan saja aku menyendiri dalam hari sepiku.
Ditemani bayang-bayang dirimu yang selalu aku dambakan.
Melihatmu saja, aku sudah merasa cukup. Cukup bahagia sebagai seorang penggemar rahasia.
Tapi...
Tunggu dulu, sepertinya aku tak hanya menjadikanmu sebagai idola dan menafsirkan diriku sebagai penggemar beratmu.
Aku tak tahu ini apa, tapi batasan-batasan sebagai seorang fans begitu sulit untuk aku hindari jika untukmu.
Mungkinkah aku hanya sebatas penggemar? Atau mungkin tidak.

Ya, aku telah jatuh cinta dengan seseorang yang bernama itu.
Seseorang yang begitu aku kagumi. Seseorang yang begitu aku inginkan untuk menemani hari-hariku.
Mencari tahu apa yang kau lakukan, apa hobimu, apa yang kau sukai apa yang tidak kau sukai.
Begitulah kegiatanku sehari-hari. Memantau dirimu yang mungkin tak pernah menganggapku ada. Mungkin.

Dengan bodoh, aku ikuti semua kegiatanmu dengan satu tujuan. Dekat denganmu.
Sederhana bukan?
Ya, kecintaanku padamu telah membutakan pikiranku untuk menatap sesuatu secara nyata. Memikirkan sesuatu dengan realitas.

Hingga...
Kita dapat dekat satu sama lain.
Pesan singkat yang kau kirimkan beberapa hari yang lalu, seolah menjadi saksi kedekatan kita.
Pesan singkat yang kau kirimkan, yang sengaja aku simpan untuk kubaca pada malam hari sebelum ku beranjak tidur. Sembari berharap, tuhan akan memberikanku mimpi berdua denganmu.

Aku tak pernah tahu apa ini sebelumnya perasaan semacam apakah ini. Tapi semakin bergulirnya waktu, aku menyadari ini sebuah cinta. Jatuh cinta yang aku rasakan seorang diri. Yang aku rahasiakan bersama tuhan.
Aku terlena, pada perhatianmu. Pada dirimu yang aku inginkan masuk kedalam hari-hariku.

Pesan singkat yang kau kirimkan kepadaku lebih dulu, telah membuatku bergantung harapan padamu. Berharap kedekatan ini akan memberikan perubahan status pada kita. Aku bahagia karena pada akhirnya aku berpikir cintaku tak bertepuk sebelah tangan. Aku bahagia, dirimu tak secuek yang aku bayangkan....dulu.

Aku telah banyak berharap kepadamu. Kau yang perhatian kepadaku telah aku anggap sebagai batu loncatan untuk mendapatkan status lebih dari teman ini. Tapi, aku salah. Aku telah salah mengartikan arti kedekatan semua ini. Aku telah terlalu percaya diri hingga aku membayangkan akan menjadi sepasang kekasih denganmu. Yang akan mengisi hari-hari dengan tawa canda yang lepas, dan bahagia.

Aku telah terlalu berharap. Perhatianku yang jarang kuberikan pada orang lain, aku berikan kepadamu seutuhnya.
Kepedulianku kepada sesama yang tergolong minim, kucurahkan kepadamu utuh.
Namun, kau tak menggubrisnya sama sekali. Tak pernah menganggap perhatianku secara nyata. Menganggap semua ini hanya lelucon.
Atau, kau tak menyadari keberadaanku. Kehadiranku yang selalu mewarnai hari-harimu. Sepertinya.

Apakah dirimu seberapa peka terhadap wanita, hingga kau tak dapat mengenali perasaanku yang kian liar ini?
Apakah kau tak bisa membaca sinyal-sinyal ketertarikanku padamu?
Kekasihku yang selum sempat untuk kumiliki, apakah mungkin kau tak memahami perasaanku?
Pernahkah kau membayangkan, merasakan, bagaimana menjadi seorang aku?
Yang hanya menuggu tanpa tahu kapan penantian itu akan berakhir.
Apakah berakhir bahagia atau sendu.
Miris.

Saat pertama kali kita bercakap, aku tak pernah lupa saat itu. Saat-saat membahagiakan yang aku tahu saat itu. Mata teduhmu itu, yang membuatku terpesona.
Mata teduh yang membuatku percaya, akan ada akhir bcerita bahagia diantara kau dan.... Aku.
Tapi, kenyataan menyela. Harapanku untuk dapat bersama pemilik mata teduh itu terlalu tinggi.
Terlalu tinggi untuk digapai seorang diriku
Perkenalan yang manis, seolah tak menandakan perpisahan meyakinkanku.
Bodoh.
Sungguh bodoh diriku.
Semuanya telah berakhir. Tanpa kata selamat tinggal. Tanpa perpisahan.
Tanpa kau mengetahui perasaanku, padamu.

Semua terasa percuma. Semua terasa sia-sia.
Kau telah menyandingkan dirimu dengan seorang gadis lain. Bukan aku.
Yang nampaknya lebih baik dari aku.

Setelah ini semua, apakah kau pernah menelisik perasaanku. Apakah kau tak merasa ada perasaan yang aneh menyusupi diri kita masing-masing
Dulu, kau sering mengirimkan pesan singkatmu kepadaku. Meski tanpa ada status, tanpa ada kejelasan hubungan apa yang telah kita jalin. Meski teersebar gosip sana-sini tentang kau dan aku. Sebegitu hebohnya.
Dan kau melupakan semuanya.
Menjauh tanpa sebab yang jelas, menghindar dengan semua cara yang dapat kau lakukan.
Naif.

Sekarang kau bersama seseorang yang kau anggap pantas bersanding dengamu.
Sekarang, kau nampak bahagia bersama dirinya. Meskipun aku tidak.
Tentu saja.
Itu berarti, aku harus merelakanmu untuk dia. Sekarang juga!

Hari-hari yang pernah kulewati bersamamu, dengan iringan pesan singkatmu.
Kini harus berbalaskan.
melihamu berdua dengan yang lain.
Kini, tiap hari mati-matian aku meyakinkan diriku sendiri, kau bukan milikku. Kau bukan untukku.
Selesai sudah cerita kita tanpa ddiriku yang berharap terlalu tinggi.

Tuhan. Jika aku boleh meminta.
Aku akan meminta satu hal yang satu ini.
Egois memang, tapi tak dapat dipungkiri aku begitu menginginkannya.
Tapi, aku tahu.
Aku tak ingin merengek kepada Tuhan seperti minta dibelikan kembang gula pada waktu kecil.

Tapi, mungkin ada pilihan yang lebih baik yang akan aku ajukan kepada tuhan.
Tuhan, jika aku boleh meminta...
Aku tak ingin mengenal laki-laki itu. Aku tak ingin menatap mata teduh itu, meski aku sangat mengaguminya...kala itu.
Karena, jika seperti itu. Tentu rasa sakit yang kurasakan sekarang ini tentu akan lebih sdikit dan lebih mudah untuk melaluinya

Tiap hari, aku melihatmu dengan dia. Berjalan kesana kemari dengan tatapan hangat. Dengan sorotan dari mata teduh yang begitu aku kagu mi.
Tiap hari, aku meyakinkan diriku untuk baik-baik saja.
Baik-baik saja?
Bodoh rasanya jika aku menganggap perasaan tersakiti ini baik-baik saja.

Melihatmu menggenggam jemarinya, membuatku tak tahan untuk meneteskan air mata...yang berharga.
Sangat sulit bagiku, melihatmu dan menerima kenyataan ini.
Terkadang, tak kupungkiri...
Aku menginginkan kalian putus hubungan dan berakhir seperti dulu.
Aku egois? Tak salah kan.
Aku tahu aku egois. Tapi, apakah kau mampu menahan semuanya saat kau terus-terusan melihat yang kau cintai setengah mati memilih berdua dengan yang lain.

Seandainya kau dapat menelisik hatiku. Membaca tiap gerakku. Mengetahui isi pikiranku.
Mungkin tak akan seperti ini. Mungkin kau akan luluh dan mencairkan hatimu yang membeku seperti bongkahan es raksasa. Tapi itu hanya mungkin. Kata yang tak berarti apa-apa pada kenyataannya. Dan hanya membuatku menambah pilu.

Apakah kau tahu, ketika aku menuliskan ini semua...
Aku tak lagi mampu menahan air mataku yang berlomba-lomba untuk keluar.
Mataku mulai memanas, dan aku rasa cairan-cairan itu mulai keluar dan penglihatanku menjadi kabur.

Kau mungkin saja membaca tulisanku ini dengan penuh tawa.
Tapi kau tahu, itu jahat.
Kau mungkin hanya menjadikanku tempat persinggahan, tanpa membuatku menjadi tujuan.

Ya, aku hanyalah tempat persinggahan dirimu yang lelah oleh kehidupan. Yang tak tahu dimana kau akan berlabuh.

Semoga saja kau tahu, seberapa besar aku memperjuangkan ini seorang diri...
Meski aku tak terlalu berharap kau akan mengubah tempatmu berlabuh.
Tapi meski begitu, aku tetap ingin kau mengetahui perasaanku ini...

Perasaan yang kuat, meski dipenuhi oleh cucuran air mata, dan harapan tak berujung jelas...
Yang mungkin tak kau temukan dimanapun. Termasuk kekasihmu itu.



Perasaan...
Yang membuatku nekat memperjuangkan "kita" seorang diri...



Ps: for you.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates